Askep Ruptur Uteri
A. Pengertian.
Ruptur uteri adalah pelepasan insisi
yang lama disepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum
uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum ( Cunningham, 1995, P: 470 ).
Ruptur uteri atau robekan uteri merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang
umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
B. Macam - Macam Ruptur
Uteri.
1. Menurut
cara terjadinya ruptur uteri terbagi atas.
§ Ruptur uteri spontan.
Ø terjadi spontan dan sebagian besar pada
persalinan.
Ø terjadi gangguan mekaniame
persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
§ Ruptur uteri traumatic.
Ø terjadi pada persalinan.
Ø timbulnya ruptur uteri
karena tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep.
§ Ruptur uterus pada bekas
luka parut.
Ø terjadinya spontan.
Ø bekas seksio sesarea.
Ø bekas operasi pada uterus.
2. Menurut
robeknya uterus dibagi atas.
§ Ruptur uteri kompleta.
Ø jaringan peritoneum ikut
robek.
Ø janin terlempar ke dalam
abdomen.
Ø terjadi perdarahan kedalam
ruang abdomen.
Ø mudah terjadi infeksi.
§ Ruptur uteri inkompleta.
Ø jaringan peritoneum tidak
ikut robek.
Ø janin tidak terlempar ke
ruang abdomen.
Ø tidak terjadi perdarahn
dalam ruang abdomen.
Ø perdarahan dapat menuju
keliang senggama (vagina).
Ø perdarahan dapat dalam
bentuk hematoma.
3. Menurut
lokasinya, dibagi atas.
§ Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi, seperti seksio sesarea klasik atau miomektomi
§ Segmen bawah rahim.
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama. SBR tambah lama, tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadi ruptur
uteri.
§ Serviks uteri.
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep
atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengakp.
§ Kolpoporeksis-kolporeksis.
Robekan-robekan diantar serviks dan vagina.
4. Menurut
gejala klinis, dibagi atas.
§ Ruptur uteri imminens
(membakat = mengancam), penting untuk diketahui.
§ Ruptur uteri sebenarnya.
C. Etiologi.
§ Ruptur
uteri yang terjadi secara spontan, disebabkan oleh.
Ø Panggul yang terlalu
sempit.
Ø Tumor pada jalan lahir.
Ø Malposisi kepala.
Ø Faktorpredisposisi
(multiparita, tekanan keras pada fundus uteri, stimulus oksitosin).
Ø Janin letak lintang.
Ø Hidrosefalus.
§ Ruptur
uteri traumatic, disebabkan oleh.
Ø Kecelakan (jatuh,
tabrakan).
Ø Manual plasenta.
Ø Embriotomi.
Ø Trauma tumpul atau trauma
tajam dari luar.
Ø Stimulus oksitosin.
Ø Dorongan pada fundus
uterus yang terlalu keras (biasanya dilakukan oleh dukun dalam menyelesaikan
persalinan).
Ø Dystosia.
Ø Usaha vaginal untuk
melahirkan janin.
Ø Penyakit rahim misalnya
udenomiosis.
§ Ruptur
uteri pada bekas luka parut.
Ruptur uteri ini terdapat paling serimg pada parut bekas
seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi
untuk mengangakat mioma (miomektomi). Penyebabnya sama dengan ruptur uteri yang
terjadi secara spontan.
D. Patofisiologi.
§ Ruptur
uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang
utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat
berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit,
hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin
lama makin diregangkan. Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui
batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur
uteri adalah multiparitas, stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah
miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan
dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan
robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya
melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat
menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan
terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi /
indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
§ Ruptur
uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi
karena jatuh, kecelakaan. Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam
kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap
trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan
ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah ada regangan segmen bawah
uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur
uteri.
Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak
lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain
adalah ketika melakukan embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum
uteri dengan tangan untuk mengetahui terjadinya ruptur uteri..
§ Ruptur
uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang
terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri
dari pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka
pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam
masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur
uteri pad bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan
tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas
seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca
seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih
dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam
hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat
laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali
dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta
sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan
arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum
dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his
kadang-kadang masih ada. Sementar itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri
pada perabaan tempet bekas luka. Jika arteria besar terluka, gejal-gejal
perdarahan, anemia dan syok, janin dalam uterus meningggal pula.
E. Manifestasi Klinis.
§ Gejala
ruptur uteri mengancam (RUM).
Ø Pasien nampak gelisah,
ketakutan disertai dengan perasaan nyeri di perut.
Ø Pad setiap datangnya his
pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan.
Ø Pernapasan dan denyut nadi
lebih cepat dari biasanya.
Ø Ada tanda dehidrasi pada
partus yang lama yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas
(demam).
Ø His lebih lama, lebih kuat
dan lebih sering bahkan terus-menerus.
Ø Pada waktu datang his,
korpus uteri teraba keras sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
Ø Perasaan sering mau
kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi
robekan-robekan kecil pada kandung kemih sehingga pada kateterisasi ada
hematuria.
Ø Pada auskultasi terdengar
bunyi jantung janin tidak teratur (asfiksia).
Ø Pada pemeriksaan dalam
dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi seperti edema porsio, vagina,
vulva.
§ Gejala
ruptur uteri sebenarnya .
Ø Inspeksi.
- Pada
his yang kuat sekali pasien merasa kesakitan yang luar biasa, merasa perutnya
seperti akan dirobek.
- Gelisah,
pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
- Pernapasan
jadi dangkal dan cepat dan kelihatan haus.
- Muntah-muntah
karena perangsangan peritoneum.
- Syok,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur.
- Keluar
perdarahan pervagina yang biasanya tak begitu banyak.
- Kadang-kadang
ada perasan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan bahu.
- Kontraksi
uterus biasanya hilang.
Ø Palpasi.
- Teraba
krepitasi pada kulit perut yang menansdakan adanya emfisema subkutan.
- Bila
kepala janin sudah keluar dari kavum uiteri, jadi berada di rongga perut, maka
teraba bagian-bagian janin langsung ikulit perut.
- Nyeri
tekan pada perut, terutama pada bagian yang robek.
Ø Auskultasi.
- Biasanya
denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa mnit setelah
ruptur.
Ø Pemerisaan dalam.
- Kepala
janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat terdorong ke
atas dan disertai dengan perdarahan pervagina yang akan banyak.
- Kalau
rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim.
Ø Kateterisasi.
- Ada
hematuria yang menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
F. Tes
Diagnostik.
Ø Laparoscopy : untuk
menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk panggul / pelvis.
Ø Pemeriksaan laboratorium.
- hapusan
darah : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan nilai hematikrit
untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl atau hematokrit
< 20% dinyatakan anemia berat.
- SDM
: untuk mengidentifikasikan tipe anemia.
- Urinalisis
: hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.
Ø Tes prenatal : untuk
memastikan polihidramnion dan janin besar.
G. Upaya
pencegahan (profilaksis).
Untuk mencegah terjadinya ruptur uteri yaitu dengan
prenatal care / antenatal care antara lain :
a. Panggul
sempit atau kelainan panggul.
- Dianjurkan
bersalin dirumah sakit.
- Pemeriksaan
yang teliti, misalnya apabila kepala belum turun lakuka pemeriksaan dalam (PD).
- Jika
panggul sempit yaitu conjungata vera (CV) < 8cm, lakukan seksio sesarea
primer in- partu.
b. Malposisi
kepala.
- Reposisi.
- Apabila
tidak berhasil yaitu dengan melakuka seksio sesarea primer pada saat
persalinan.
c. Uterus
cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri dianjurkan untuk bersalin di
rumah sakit dengan pengawasan teliti.
H. Penanganan.
Tindakan pertama adalah mengatasi syok,
memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi
darah, kardiotonika, antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan
selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1. Histerektomi,
baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya bila garis
robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari penjahitan
laserasi.
2. Histerorafia,
yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konservatif,
hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa
faktro antar lain:
- Keadaan
umum penderita (syok dan sangat anemis).
- Jenis
ruptur, inkompleta, atau kompleta.
- Jenis
luka robekan.
- Tempat
luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.
- Perdarahn
dari luka sedikit atau banyak.
- Umur
dan jumlah anak yang hidup.
- Kemampuan
dan keterampilan penolong.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a. Anamnesis.
v Gejala saat ini.
§ Nyeri abdomen dengan
tiba-tiba, tajam seperti disayat pisau, kontraksi uterus yang intermiten, kuat
dan berhenti dengan tiba-tiba dan pasien mengeluh nyeri yang menetap.
§ Perdarahan pervagina.
§ Syok dengan nadi kecil dan
cepat.
§ Nyeri bahu.
§ Pada saat his yang kuat
sekali, pasien merasa kesakitan.
§ Gelisah, takut, pucat,
keluar keringat dingin, kolaps dan tak sadarkan diri.
§ Pernapasan dangkal dan
cepat.
§ Kadang-kadang ada perasaan
nyeri menjalar ke tungkai.
v Riwayat penyakit dahulu.
§ Riwayat paritas tinggi.
§ Pembedahan uterus
sebelumnya.
§ Seksio sesarea.
§ Miomektomi atau reseksi
kornu.
b. Data
obyektif.
v Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan umum : TTV : suhu panas, nadi kecil dan
cepat, TD menurun dan ireguler dan pernapasan dangkal dan cepat.
§ Inspeksi.
Kelihatan haus, muntah-muntah, perdarahan pervagina dan
kontraksi uterus biasanya hilang.
§ Palpasi.
Teraba suatu krepitasi pada kulit perut menandakan adanya
emfisema subkutan, jika kepala janin belum turun mudah dilepaskan dari pintu
atas panggul / inlet, apabila janin sudah keluar dari kavum uteri berada di
rongga perut maka akan teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut
dan disampingnya biasa teraba uterus sebagai suatu yang keras seperti bola dan
nyeri tekan pada perut terutama pada tempat yang robek.
§ Auskultasi .
Biasanya denyut jantung janin (DJJ) sulit atau tidak
terdengar lagi beberapa manit setelah ruptur.
§ Pemeriksaan abdomen.
Fundus uteri dapat berkontraksi dan bagian-bagian janin
yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi.
Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin
tiba-tiba hilang.
§ Pemeriksaan pelvis.
Menjelang kelahiran bagian presentasi mengalami regresi
dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi
kedalam rongga peritoneum, dan perdarahan pervagina mungkin hebat. Apabila
terjadi robekan lengkap jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur
langsung kedalam rongga peritoneum, melalui permukaan serosa uterus yang halus
dan licin.
§ Kateterisasi.
Hematuria yang hebat menandakan adanya robekan pada
kandung kemih.
2. Diagnosa
Keperawatan.
1. Nyeri
akut b. d kontraksi yang dirancang secara kimia, masalah psikologi.
2. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit : dehidrasi b. d hipovolemik.
3. Resiko
tinggi cedera terhadap maternal b. d perubahan tanus otot atau pola kontraksi,
obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
4. Resiko
tinggi cedera terhadap janin b. d persalinan yang lama, mempresentasi janin
hipoksia jaringan.
3. Perencanaan.
Diagnosa I.
Goal : Nyeri
berkurang selam dalam perawatan
Obyektif : Dalam
waktu 1 jam paasien mengatakan nyeri berkurang dan terkontrol, pasien tampak
rileks dan tidak menunjukkan wajah yang meringis kesakitan.
Intervensi dan rasional :
v Kaji keluhan nyeri, lokasi
dan observasi petunjuk nyeri non verbal misalnya posisi tubuh, ekspresi wajah
dan enggan bergerak.
R/ Nyeri yang terjadi
unik bagi setiap orang dapat menunjukan persepsi individual. Petunjuk non
verbal yang dapat membnatu mengevaluasi nyeri dan keefektifan terapi.
v Tinjau ulang / berikan
instruksi dalam teknik pernapasan sederhana.
R/ Mendorong relaksasi
dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
v Berikan tindakan
kenyamanan misalnya masase, gosok punggung, sandaran bantal, pemberian kompres
sejuk).
R/ Meningkatkan
relaksasi, menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan kontrol
klien.
v Kolaborasi untuk pemberian
obat analgesik narkotik (morphin, neperidin) atau non narkotik seperti
asetaminofen atau sedatif (hidroksin).
R/ Obat analgesik
menekan sarag pusat untulk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa II.
Goal : Klien
akan mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Subyektif : Tanda-tanda
vital stabil, nadi perifer teraba, pengisisan kapiler baik dan membran mukosa
lembab.
Intervensi dan rasional :
v Awasi masukan dan
pengeluaran.
R/ Indicator
keseimbangan cairan dan kebutuhan pengganti. Pada irigasi kandung kemih, awasi
pentingnya perkiraan kehilangan dara dan secara akurat mengkaji urin.
v Benamkan kateter, hindari
manipulasi berlebihan.