Kelenjar
endokrin juga disebut kelenjar buatan . Karena kelenjar endokrin tidak
mempunyai saluran khusus tetapi langsung ke pembuluh darah, tidak ke
dalam rongga tubuh. Cabang kedokteran yang mempelajari kelainan pada
kelenjar endokrin disebut endokrinologi, suatu cabang ilmu kedokteran
yang cakupannya lebih luas di bandingkan dengan penyakit dalam.
Kelenjar endokrin merupakan salah satu
kelenjar yang menghasilkan hormon-hormon yang berperan dalam pematangan
dan. Pengaturan oleh hormon tersebut bertujuan agar seorang bayi dapat
bertahan hidup baik di dalam rahim maupun di luar rahim.
Berikut adalah Kelenjar endokrin pada janin :
1. Hipofisis Anterior.
Hipofisis anterior janin berdiferensiasi menjadi lima tipe sel yang mensekresi enam hormon protein, yaitu sebagai berikut :
- Laktotrop memproduksi prolaktin (PRL).
- Somatotrop, memproduksi hormon pertumbuhan (GH).
- Kortikotrop, memproduksi kortikotropin (ACTH).
- Tirotrop, memproduksi thyroid-stimulating horomone (TSH).
- Gonadotrop, memproduksi luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH).
ACTH pertama kali di deteksi pada
hipofisis janin yaitu pada minggu ke-7 kehamilan dan sebelum akhir
minggu ke-17. Hipofisis janin mampu mensintesis dan menyimpan semua
hormon hipofisis. GH, ACTH dan LH telah di identifikasi pada hipofisis
janin manusia pada minggu ke-13 kehamilan. Kadar hormon pertumbuhan
hipofisis agak tinggi pada darah tali pusat. Hipofisis janin
menghasilakan dan melepaskan endorfin-β dengan cara yang berbeda dari
kadar plasma ibunya. Kadar endorfin-β dan lipotrofin-β darah tali pusat
di temukan menurun sesuai dengan menurunnya pH janin, tetapi berkorelasi
dengan cara yang positif dengan PCO2 janin.
2. Neurohipofisis.
Neurohipofisis janin berkembang dengan
baik pada masa kehamilan minggu ke-10 sampai ke-12 dan dapat di temukan
oksitosin dan arginin vasopresin (AVP). Di samping itu, terdapat juga
hormon vasotosin (AVT) di hipofisis janin dan kelenjar pineal. AVT hanya
terdapat pada kehidupan janin manusia. Ada kemungkinan oksitosin dan
AVP berfungsi pada janin untuk menghemat air, tetapi keadaan ini banyak
terjadi pada tingkat paru dan plasenta dibandingkan pada tingkat
ginjal. Pembentukan PGE2 di dalam ginjal janin dapat melemahkan kerja
AVP di organ ini. Kadar AVP di plasma tali pusat meningkat secara
menyolok dibandingkan dengan kadar yang ditemukan dalam plasma ibu. Di
samping itu, AVP dalam darah tali pusat dan darah janin tampak meninggi
pada stress janin.
3. Hipofisis Intermedia Janin.
Ada lobus intermedia hipofisis yang
berkembang baik pada janin manusia. Sel-sel dalam struktur ini mulai
menghilang sebelum cukup bulan dan tidak ada lagi pada hipofisis dewasa.
Produk sekresi utaria dari sel-sel lobus intermedia adalah hormon
stimulasi α-melanosit (α-MSH) dan β-endorfin. Kadar α-MSH janin menurun
sesuai dengan umur kehamilan.
4. Tiroid.
Sistem hipofisis-tiroid mampu berfungsi
pada akhir trimester pertama kehamilan. Tetapi sampai tengah-tengah
kehamilan, sekresi thyroid-stimulating hormone dan hormon tiroid masih
rendah. Ada peningkatan yang lumayan besar setelah waktu ini. Mungkin
sangat sedikit tirotropin melintasi plasenta dari ibu ke janin
dibandingkan stimulator-stimulator. Demikian juga tiroid berjangka
panjang LATS dan LATS-protektor, bila terdapat dalam konsentrasi tinggi
pada ibunya. Selain itu, pada antibody-antibodi IgG ibu terhadap
thyroid-stimulating hormon (TSH) yang juga dapat melintasi plasenta
sehingga mengakibatkan kadar TSH pada janin tinggi.
Fase-fase peristiwa umur kehamilan, yaitu sebagai berikut :
- Embriogenesis sumbu hipofisis-tiroid, yaitu minggu ke2 sampai ke-12.
- Pematangn hipotalamus, yaitu pada minggu ke-10 sampai ke-35.
- Perkembangan pengendalian neuroendorin, yaitu pada minggu ke-20 kehamilan sampai minggu ke-4 setelah kelahiran.
- Pematangan sistem monodeyodinasi perifer, yaitu pada minggu ke-30 kehamilan sampai minggu ke-4 setelah kelahiran.
Plasenta manusia secara aktif
mengonsentrasikan yodida pada sisi janin. Pada trimester ke-2 dan ke-3
kehamilan, tiroid janin mengonsentrasikan yodida lebih kuat dari tiroid
ibu. Oleh karena itu, pemberian jumlah yodida yang berlebihan sangat
berbahaya bagi janin. Hormon tiroid yang berasal dari ibu melintasi
plasenta pada tingkat yang sangat terbatas dengan triyodotironin yang
lebih mudah lewat daripada tiroksin. Ada aksi terbatas hormon tiroid
selama kehidupan janin. Janin manusia yang atiroid tumbuh secara normal
pada waktu lahir. Hanya jaringan-jaringan tertentu yang mungkin
responsif terhadap hormon tiroid, yaitu otak dan paru.
5. Paratiroid.
Paratiroid menguraikan parathormon pada
akhir trimester pertama dan kelenjar tersebut tampaknya memberi respon
dalam utero terhadap stimulasi pengaturan. Kadar paratiroid dalam darah
janin relatif rendah dan kadar kalsitonin tinggi.
6. Adrenal.
Adrenal janin manusia dibandingkan dengan
ukuran badan totalnya jauh lebih besar daripada perbandingan ukuran
tersebut pada orang dewasa. Seluruh pembesaran tersebut merupakan bagian
dalamnya atau yang disebut zone janin korteks adrenal. Zone janin yang
normal mengalami hipertrofi tersebut, dan mengalami involusio dengan
cepat setelah lahir. Adrenal janin juga mensintesis aldosteron. Kadar
aldosteron di plasma tali pusat mendekati cukup bulan melebihi kadarnya
di plasma ibu, seperti juga rennin dan substrat rennin.
Tubulus-tubulus ginjal janin dan bayi
baru lahir tampak relatif tidak sensitif terhadap aldosteron. Pada awal
kehidupan embrional, adrenal janin tersusun dari sel-sel yang mirip
dengan sel-sel zona fetal korteks adrenal janin. Sel-sel ini dengan
cepat muncul dan berproliferasi sebelum waktu vaskularisasi hipofisis
oleh hipotalamus sempurna. Hal ini memberi kesan bahwa perkembangan awal
adrenal janin berada di bawah pengaruh-pengaruh trofik yang mungkin
tidak sepenuhnya sesuai dengan pengaruh trofik pada orang dewasa.
Kemungkinan ACTH disekresi oleh hipofisis
janin tanpa adanya faktor corticotropin-releasing factor (CRF) atau
ACTH (atau CRF) lain yang timbul dari suatu sumber selain hipofisis
janin, misalnya dari ACTH (atau CRF) korionik yang disintesis oleh
trofoblas. ACTH tidak menyebrangi plasenta. Tetapi ada kemungkinan lain,
ini mencakup kemungkinan bahwa ada suatu agen selain ACTH yang
meningkatkan replikasi sel-sel adrenal zona fetal. Korteks adrenal fetus
normal terus menerus berkembang sepanjang kehamilan dan selama 5 sampai
6 minggu kehamilan terakhir, terjadi kenaikan cepat ukuran adrenal
fetus manusia. Jelas bahwa laju pertumbuhan adrenal fetus dan sekresi
steroid tidak dikendalikan oleh rangsang trofik tunggal (ACTH), tetapi
lebih diatur oleh lebih dari satu jenis agen yang menunjang pertumbuhan.
7. Gonad.
Siiteri dan Wilson (1974) mengemukakan
bahwa sintesis testosteron oleh testis janin dari progesterone dan
pregnenolon terjadi pada minggu ke-10 kehamilan. Kemudian, Leinonen dan
Jaffe ( 1985) menemukan bahwa sel-sel Leydig testis janin luput dari
desensitisasi yang khas pada testis dewasa, yang diberi
tantangan-tantangan hCG berulang.
Fenomena dalam testis janin ini mungkin di sebabkan oleh :
- Tidak adanya reseptor estrogen di dalam testis janin.
- Stimulasi prolaktin pada reseptor hCG/LH yang terdapat pada testis janin.
Karena itu, ada hubungan yang erat antara
gambaran perkembangan sel-sel Leydig dalam testis janin dengan kadar
hCG, pembentukan testosteron testis dengan kadar hCG, konsentrasi
reseptor untuk kadar LH/hCG dengan tidak adanya regulasi penurunan
reseptor LH/hCG, dan sekresi testosteron testikuler janin yang terus
menerus pada waktu kadar hCG tinggi.
Pembentukan estrogen di ovarium janin
telah didemonstrasikan tetapi tidak diperlukan untuk perkembangan
fenotip perempuan. Di samping peningkatan pembentukan hormon steroid
seks dan mineralkortikoid ini, juga ada peningkatan menyolok kadar
rennin, angiotensinogen dan angiotensin II plasma, bersamaan dengan
produksi harian 1 g laktogen plasenta manusia (hPL) dan jumlah
gonadotropin korionik manusia (hCG) dalam jumlah banyak.
Plasenta juga memproduksi
adrenokortikotropin (ACTH) korionik dan produk-produk lain dari
pro-opiomelanokortik, human korionik tirotropin (hCT) dan juga
hypothalamic-like releasing dan inhibiting hormon, yaitu
thyrotropin-releasing hormone (TRH), gonadotropin-releasing hormone
(GnRH) atau luteinizing hormon-releasing hormone (LHRH),
corticotropin-releasing factor (CRF) dan somatostatin serta inhibin dan
berbagai macam protein yang unik untuk kehamilan (spesifik-kehamilan)
atau proses-proses neoplastik. Selain itu, plasenta dapat mengubah DHEA
yang berasaldari korteks adrenal janin menjadi estrogensewaktu mencapai
plasenta melalui aliran darah janin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar