Penyakit Difteri
Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Difteri ialah penyakit yang mengerikan di mana
masa lalu telah menyebabkan ribuan kematian, dan masih mewabah di daerah-daerah dunia yang belum berkembang.
Orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan
kerusakan permanen pada jantung danginjal. Anak-anak yang berumur satu
sampai sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini.
Penularan
Kuman difteri disebarkan oleh menghirup cairan dari mulut atau hidung orang yang
terinfeksi, dari jari-jari atau handuk yang terkontaminasi, dan dari susu yang
terkontaminasi penderita.
Simptom
Gejala yang muncul ialah sakit tenggorokan, demam, sulit bernapas dan
menelan, mengeluarkan lendir dari mulut dan hidung, dan sangat lemah. Kelenjar getah bening di leher membesar dan terasa sakit.
Lapisan(membran) tebal terbentuk menutupi belakang kerongkongan atau jika dibuangkan menutup saluran pernapasan dan menyebabkan kekurangan oksigen dalam darah.
Perawatan dan pencegahan
Perawatan bagi penyakit ini termasuk antitoksin difteri, yang
melemahkan toksin dan antibiotik. Eritromisin dan penisilin membantu menghilangkan kuman dan menghentikan
pengeluaran toksin. Membuat lubang pada pipa saluran pernapasan
atas(tracheotomy) mungkin perlu untuk menyelamatkan nyawa. Umumnya difteri
dapat dicegah melalui vaksinasi. Bayi, kanak-kanak, remaja, dan orang dewasa yang tidak mempunyai cukup
pelalian memerlukan suntikan booster setiap 10 tahun.
Penyebaran penyakit difteri telah menjangkiti
329 warga di Jawa Timur dengan 11 orang di antaranya meninggal dunia. Hal ini
menyebabkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan penyebaran penyakit
difteri di 34 kabupaten/kota di Jatim sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Penyakit
ini berasal dari bakteri corynebacterium dhipteria yang menular melalui udara dan
pernapasan manusia.
"Gejala
awalnya biasanya suhu badan tinggi (panas), sakit pada tenggorokan, nyeri untuk
menelan dan sesak nafas," terang Kepala Seksi Pencegahan Pengamatan
Penyakit Penanggulangan Masalah Kesehatan (P3MK) Dinas Kesehatan Kabupaten
Blitar Hendro Subagyo.
Menurut
Hendro, usia di bawah 15 tahun menjadi kelompok paling mudah terjangkiti
penyakit radang selaput lendir pada hulu kerongkongan ini. Terutama untuk
anak-anak yang pada masa bayi tidak memperoleh imunisasi DPT.
Kabupaten
Blitar menempati posisi ke-10 sebagai daerah tingkat dua dengan jumlah
penderita difteri terbanyak di Jawa Timur. Hingga Oktober 2011, tercatat 11
warga Kabupaten Blitar terjangkit difteri. Sebanyak 10 di antaranya berusia di
bawah 15 tahun dan seorang 54 tahun.
“Jumlah
11 penderita ini sudah termasuk kategori besar,“ ujar ungkapnya.
Untuk
mengantisipasi hal tersebut, dinas kesehatan sejak September 2010 telah
melakukan imunisasi Tetanus Difteri (TD) secara massal kepada siswa SD dan SMP.
Kemudian juga pemberian provilagzis atau antibiotic kepada warga yang pernah
kontak fisik dengan penderita difteri.
“Ini
merupakan bentuk penyulaman atau penyempurnaan imunisasi yang tidak lengkap,“
pungkasnya.
Faktor
itu adalah, karena cakupan imunisasi gagal mencapai target, imunisasi tidak
merata di seluruh wilayah, imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal
pada anak dan terdapat kantong-kantong endemis difteri yang gagal penuhi target
imunisasi.
1. Menurut Tjandra, penularan
difteri sejatinya dapat dicegah dengan pemberlakuan program imunisasi.
Kemudian, pemberian vaksin DPT (difteri, tetanus dan polio) dapat memberikan
kekebalan anak-anak dari penyakit tersebut. Vaksinasi DPT sendiri masuk dalam
kebijakan program imunisasi wajib yang diberikan pemerintah.
Prof Tjandra menuturkan untuk penangannya saat ini
metodologinya sudah jelas, salah satunya adalah dengan mengejar kantong-kantong
(daerah-daerah) yang tidak terdeteksi atau belum diberikan imunisasi supaya
tercover dengan cepat.
Selain itu bantuan lainnya
seperti obat-obatan juga sudah dikirim ke wilayah wabah, sedangkan untuk vaksin
DPT sudah secara otomatis diberikan karena termasuk ke dalam kebijakan program
imunisasi wajib yang diberikan pemerintah.
Langkah antisipasi sehubungan dengan KLB penyakit
difteri imunisasi secara serentak di seluruh puskesmas pada seluruh anak di
bawah usia 10 tahun, baik yang terkena difteri maupun yang belum. Pemerintah
juga seharunya mensosialisasikan cara pencegahan dini difteri secara terus
menerus berdasarkan periode. Penyakit difteri dapat ditanggulangi secara dini
pada rumah tangga melalui pengenalan gejala penyakit seperti panas tinggi,
batuk disertai pilek, pembengkakan tenggorokan, dan terdapat selaput putih di
tenggorokan. Gejala lainnya seperti cepat malas,
kulit mudah berdarah jika dipegang, sakit mata sampai bengkak dan kotoran mata
sampai berdarah. Bila
menunjukkan gejala tersebut pada anak, maka segera
dibawa ke dokter atau puskesmas
terdekat untuk mendapatkan penanganan. Langkah lainnya adalah
pendataan dan pelacakan ke tempat atau rumah pasien untuk mengidentifikasi
kontak eratnya yang berhubungan dengan penderita. Spesimen pendataan diteliti
di laboratorium untuk memantau penyebaran
pada kontak erat pasien, terutama yang dewasa.
Kedepan,
kualitas program imunisasi yang harus diperkuat. Gerakan imunisasi guna
menanggulangi meluasnya penularan penyakit harus dilakukan secara
berkelanjutan. Setidaknya butuh waktu tiga tahun untuk menekan kasus
penularannya. Peranan pemerintah sangat penting dalam menjaga cakupan imunisasi
sampai 95 % untuk anak Indonesia. Jika pemerintah mampu menjaga kesinambungan
program imuniasasi, maka KLB difteri kecil kemungkinan akan terjadi karena kasus
penularannya akan menurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar